Aku Bersyukur

Aku bersyukur karena telah dikaruniakan kedua mata untuk melihat, melihat indahnya ciptaan Tuhan di dunia ini untuk selalu aku amati dan akhirnya ku syukuri nikmat Tuhan itu.

Another Starting Day

My last post was on 1st August and today is 3rd Dec. It means already 4month passed since that day. It is believed that many things have happened during that period. I really wanted to write down all of them, but in fact i couldn't. It isn't because I didn't have time to do it, it is just cuz I was lazy to pour out my ideas in this mind.

Je parle français

France ! Previously, I knew nothing speaking on France. I didn’t even know what “Bonjour” means :D But then, after taking French class since three months ago, I can speak France now. Although I still can’t speak fluently, at least I know how to introduce myself a bit :D Yeah, finally I did it. To be honest, previously, I’ve never thought to speak France and even take the class for that. It is coincidence, I can say like that. Why? Well, I’ll tell you the story.

It Is Like A Mirror

I think the nature law which says that whatever we do to other people no matter good or bad, it will turn aside us and we don't know when will it be, is true.

Showing posts with label Feed Yourself. Show all posts
Showing posts with label Feed Yourself. Show all posts

Tuesday, August 7, 2012

Jika Hatiku Bercakap

Aku ingin menangis.
Menangis tapi tidak meratap.
Namun menangis sejadi-jadinya.
Mengapa? Apa yang terjadi? Orang pun bertanya-tanya.

Lagi, aku ingin menangis.
Menangis menumpahkan seluruh air mata
yang selama ini mengantri di sudut kelopak mata
untuk berjatuhan serta mengalir hingga pada akhirnya
menyentuh permukaan tanah.
Kemudian berlanjut dengan gejala kapilaritas
menuju bagian dalam bumi.

Kembali pertanyaan terlontar.
Mengapa? Untuk apa tangis itu?
Tentu tak ingin menangisi hal percuma.

Ya, biar kujawab.
Jawaban yang mungkin tak memuaskan,
tapi setidaknya cukup untuk menghapus rasa ingin tahu.

Aku menangis karena tidak dapat menangis.
Tidak mampu menangis ketika lalai beribadah.
Tidak juga menangis saat bermaksiat.
Bahkan setitik air mata pun tidak terbit
bilamana cahaya Sang Rabb perlahan meredup.

Mungkin kau berpikir mengapa harus tangis?
Tidak adakah aksi lain yang lebih tepat?
Maka tidak jawabku.
Sengaja itu kupilih
karena sesungguhnya setelah tangis akan ada senyum.
Senyum yang akan berujung pada kebahagiaan.
Juga kuyakin tangisan ini dapat meluluhkan,
mencairkan sebongkah hati yang telah membeku.
Lalu menyalakan kembali sinar petunjuk yang hampir saja padam.
Mendekatkan jiwa kepada pemilik jagat raya ini.
Menangis seolah menjadi bayi yang baru lahir, bersih dari dosa.
Oleh karena itu aku ingin menangis.

-kira-

Di kesunyian malam, menjelang sahur
01.07 JST Hitachi-shi
19 Ramadhan 1433 H
Ilustrasi

Friday, January 27, 2012

Aku Bersyukur

illustration : positiveinfo.wordpress.com


Aku bersyukur
karena telah dikaruniakan kedua mata untuk melihat,
melihat indahnya ciptaan Tuhan di dunia ini
untuk selalu aku amati dan akhirnya ku syukuri nikmat Tuhan itu.

Aku bersyukur
karena telah diberikan kedua telinga untuk mendengar,
mendengar senandung alam yang senantiasa bertasbih
untuk selalu aku hayati dan akhirnya mengakui kebesaran Tuhan.

Aku bersyukur
karena telah diberikan satu hidung untuk menghirup,
menghirup aroma kesegaran jagat raya sekitar
untuk selalu aku resapi dan akhirnya meyakini adanya Sang Pencipta.

Aku bersyukur
karena telah diberikan satu mulut untuk berbicara,
berbicara kalimat-kalimat Ilahi yang menggema ke semesta
untuk selalu aku lantunkan dan akhirnya melafadzkan nama Tuhan.

Dan aku bersyukur
karena telah diberikan otak untuk berpikir,
berpikir tentang segala nikmat dan karunia yang diberi tiada henti
untuk selalu aku pahami hingga akhirnya tiada lagi menyangsikan
keberadaan Alloh Swt. Tuhan semesta alam.

Syukur sebagai kata kunci
yang bisa membuka pintu ke jalan-jalan hidayah
Syukur sebagai bukti
bahwa kita tidak lupa akan Sang Maha Pemberi

Syukur Alhamdulillah.
I'm really grateful.


-Kira-

Saturday, July 2, 2011


Diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah hampir tidak pernah keluar dari rumah sehingga beliau menyebut-nyebut kebaikan tentang Khadijah dan memuji-mujinya setiap hari sehingga aku menjadi cemburu maka aku berkata: Bukankah ia seorang wanita tua yang Allah telah meng-gantikannya dengan yang lebih baik untuk engkau? Maka beliau marah sampai berkerut dahinya kemudian bersabda: Tidak! Demi Allah, Allah tidak memberiku ganti yang lebih baik darinya. Sungguh ia telah beriman di saat manusia mendustakanku, dan menolongku dengan harta di saat manusia menjauhiku, dan dengannya Allah mengaruniakan anak padaku dan tidak dengan wanita (istri) yang lain. Aisyah berkata: Maka aku berjanji untuk tidak menjelek-jelekkanny a selama-lamanya.”



Tuesday, May 3, 2011

Mari Mengejar Ilmu

(illustration : tarbiyah-dzatiyah.blogspot.com)

Ilmu apa nilai ya? Sering kali terlintas di benak kita manakah yang harus kita utamakan ketika tengah mengenyam bangku pendidikan. Semasa itu pula diri kita maupun pihak-pihak lain menginginkan agar kita sekolah agar menjadi pintar, bertambah ilmunya, dan mendapat nilai yang bagus. Namun tahukah kita bahwa ilmu dan nilai bisa menjadi dua hal yang sama, bisa juga menjadi dua hal yang berbeda dalam konteks pencapaiannya.

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu membahas dan membicarakan segala macam pengetahuan yang dapat dimiliki manusia, baik pengetahuan lahir maupun pengetahuan bathin, termasuk masalah-masalah yang tresedental dan metafisik. Sedangkan, pengertian nilai, menurut seorang Associate Prof. Department of Interdisciplinary Studies in Education, School
of Education San Francisco State College, Jack R. Fraenkel, idea atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh sesorang, (Value is any idea, a concept , about what some one think is important in life).

Memahami kedua konsep tersebut setidaknya kita akan mendapatkan gambaran dan bisa menentukan mana yang harus dikedepankan. Satu hal yang pasti, bila kita mengejar ilmu maka nilai akan mengiringi di belakangnya. Sementara kalau kita mengejar nilai, kemungkin besar akan menjerumuskan diri kita untuk menghalalkan segala macam cara hanya demi mendapat nilai tinggi dalam pelajaran.

Ilmu tak kan lekang dimakan zaman, dia akan senantiasa melekat di dalam pikiran, sementara nilai, kepuasan mendapatkannya hanya muncul sesaat saja saat kau mendapatkannya yang selanjutnya akan menguap seiring berjalannya waktu.

Memang, ilmu dan nilai adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Mereka akan selalu datang bersamaan dan terkadang mengharuskan kita untuk memilih mana yang harus dikedepankan. Perlu kecermatan dalam menentukan pilihan ini.
Jadi, manakah yang hendak kita pilih? Tentukanlah pilihanmu sekarang yang mengarah kepada masa depan kita !



". . . demikianlah. Dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. (QS, Al-Kahfi:91)"


Monday, May 2, 2011

Sepotong Semangat di Hari Pendidikan


ING NGARSO SUNG TULODO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUT WURI HANDAYANI”

(Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan)

Sekitar satu jam telah berlalu dari tengah malam. Aku masih berkutat dengan diktat kuliah demi mempersiapkan diri menempuh ujian akhir yang sudah di depan mata. Lelah karena berjam-jam melototin catatan-catatan kuliah itu, sejenak aku merilekskan badan. Putar badan ke kanan, putar ke kiri, tak ketinggalan dengan memijat kepala yang ketika kupegang terasa panas. Tampaknya telah mencapai titik didih akibat dijejali berbagai rumus mata kuliah Peluang dan Statistika. Lirik kanan, lirik kiri, dan pandanganku pun tertuju ke arah laptop mungil di atas meja belajar yang sejak sore tadi kuonggokan begitu saja karena tidak ingin ia memecah konsentrasiku ketika belajar. Kuberanjak dari kasur springku mendekati benda elektronik itu. Kutekan tombol power, layar hitam itu pun kini berwarni-warni. Sedikit menunggu karena proses loadingnya agak lambat, yang kuterka mungkin saja karena telah terkontaminasi dengan virus atau juga disebabkan oleh beratus-ratus ribu file yang telah dimasukkan ke tubuhnya. Loading pun selesai, bergegas ku klik ikon berlambangkan lingkaran berwarna merah, kuning, hijau, di tengah-tengahnya biru *jadi teringat lagu Pelangi ciptaan Pak A.T. Mahmud (Alm.) :D Klik sana, klik sini, hingga akhirnya jendela browser itu pun telah dipenuhi berbagai website yang kemudian satu per satu kujelajahi isinya. Selang beberapa menit kemudian pandanganku pun terpaku pada sebuah artikel yang tengah menjadi hot-thread di salah satu forum website terkemuka.


BERITA DUKA DI HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Perahu Terbalik di Bengawan Solo, Siswa Tenggelam Ketika Akan Ikut Upacara Hardiknas


Hatiku teriris-iris membaca sepenggal kalimat di atas. Kusadari bahwa hari ini tanggal 2 Mei adalah Hari Pendidikan Nasional yang bertepatan dengan hari kelahiran seorang tokoh nasional yang semasa hidupnya begitu berapi-api menyerukan semangat pendidikan kepada bangsa Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara. Betapa mirisnya negeri kita kalau kita amati dengan cermat bahwa betapa banyaknya putra bangsa yang berpotensi untuk memajukan negeri ini dengan berat hati harus putus sekolah karena kendala biaya pendidikan yang tidak terjangkau. Betapa pilunya juga ketika melihat kenyataan bahwa banyak cendikiawan Indonesia yang terpaksa meninggalkan tanah air, memilih berkarya di negeri orang karena tidak didukung oleh pemerintah dalam mengembangkan risetnya yang semata-mata nantinya didedikasikan hanya untuk negeri tercinta.

Mengenyam pendidikan adalah hal yang belum dirasakan oleh rakyat kita secara merata. Kita dapat melihat dengan sangat jelas bahwa bangku pendidikan hanya bisa dirasakan oleh mereka yang bermodal tinggi saja lantaran harga “bangku sekolah” yang dari hari ke hari kian melangit tidak mau kalah dengan kenaikan harga sembako bahan pangan ataupun BBM. Namun demikian, kusadari juga bahwa tidak sedikit orang yang masih mau peduli akan nasib pendidikan bangsa Indonesia. Sebagai contoh, telah banyak LSM atau juga pribadi yang merogoh koceknya untuk membantu putra-putri bangsa yang ingin sekolah tetapi mengalami kesulitan ekonomi. Pemerintah pun tentunya tidak tinggal diam menyangkut masalah pendidikan ini. Salah satunya adalah menaikkan anggaran pendidikan untuk tahun 2011 menjadi sebesar Rp 249 triliun, walaupun sebetulnya hal ini belum juga cukup untuk memenuhi biaya kebutuhan pendidikan di Indonesia. Hal itu dikarenakan sebagian besar dana tersebut tersedot untuk membayar gaji guru yang seharusnya memiliki anggaran terpisah. Pada akhirnya, kita sebagai rakyat kecil sejauh ini hanya bisa menyampaikan suara-suara melalui berbagai perantara seperti, media cetak, elektronik, ataupun LSM saja tanpa bisa berbuat hal kongkret yang sekiranya bisa mengetuk hati pemerintah agar mau membuka mata melihat kondisi yang sebenarnya.

Terlepas dari itu semua, hal yang bisa kulakukan kini adalah bersyukur sebesar-besarnya atas nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan karena sampai saat ini aku masih dapat melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Atas berkat rahmat Alloh Swt. aku bisa merasakan indahnya masa-masa kuliah dan betapa nikmat terasa ketika setiap hari aku menerima ilmu-ilmu baru. Ilmu pengetahuan yang Insya Alloh selalu kugunakan dengan baik dalam rangka membangun tanah air tercinta. Sesungguhnya aku melakukan ini semua hanya karena mengharapkan ridho dari Alloh Yang Maha Kuasa. Sebagaimana teringat firman-Nya dalam Al-Qur`an surat Al-Mujaadilah ayat 11 :


. . . Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”



*Angkatlah semangat menuntut ilmu yang merupakan salah satu dasar dalam menjalani hidup. Meningkatkan ilmu berarti membuat hidupmu lebih hidup.

Ditulis di : kamar asrama UTP

00.43 waktu Tronoh, Malaysia.


Saturday, April 23, 2011

It Is Like A Mirror


I think the nature law which says that whatever we do to other people no matter good or bad, it will turn aside us and we don't know when will it be, is true.

It's like a mirror. It will reflect back our deed. If you are doing good with people then people will do good to u as well. I do believe whenever I feel that people around me do not care to me it means that I do as the same as them. Perhaps, I do not realize that I did that also to the people.

Jangan terlalu banyak menuntut, karena hal itu hanya dapat membuat kita sakit. Kita menuntut ini itu untuk dipenuhi, tapi cobalah becermin terlebih dahulu pada diri kita apakah sudah patut untuk kita meminta tuntutan itu? Sebagai contoh, kita meminta uang jajan tambahan pada orang tua, tetapi sering kali kita melalaikan apa yang diperintahkan orang tua kepada kita, masih sering kita membantah perintah mereka. Lalu, apakah pantas bagi kita untuk menuntut kenaikan uang jajan? Jawabannya, tentu saja tidak, bahkan sangat tidak pantas.

Contoh lain, kita sedih karena merasa tidak diperhatikan orang lain, merasa jarang diajak bermain oleh teman-teman, atau kesal karena mendapatkan nilai yang kurang baik dalam ujian. Sebelum kita protes, sebelum kita merasa sedih akan hal itu, bukankah sudah sepatutnya kita mengevaluasi diri terlebih dahulu. Apakah kita memang sudah melakukan yang terbaik, apakah kita sudah berusaha dengan maksimal? Mungkin kita merasa bahwa kita telah cukup memberi perhatian terhadap sesama kawan, sesama manusia, namun bagaimana dengan lingkungan sekitar? Bagaimana sikap kita dengan alam seperti tanaman, hewan, sungai, dan sebagainya? Apakah sudah cukup juga kita memerhatikannya, menjaga lingkungan sekitar agar tetap baik dan nyaman? Sudahkah? Jika jawabannya adalah belum, maka pantaslah kita mendapat ketidaknyamanan itu. Ketahuilah bahwa kita juga tidak boleh melupakan alam sekitar untuk dijaga.

So, sebelum kita mengeluh akan perilaku orang lain terhadap kita, terlebih dahulu kita evaluasi diri kita akan hal apa saja yang telah kita lakukan selama ini yang mungkin saja bisa menjadi penyebabnya. Lain daripada itu, sesungguhnya mengeluh itu adalah hal yang tidak baik.

Talk less, do more, gain more as well

Saturday, April 9, 2011

Jumlah Kewajiban ≠ Waktu yang Tersedia

Waktu yang kita miliki tidaklah berbanding lurus dengan jumlah kewajiban yang harus kita lakukan. Itu artinya sangat rugilah orang yang menggunakan waktunya untuk bersantai ria tanpa melakukan hal yang bermanfaat. Kenapa? Karena mereka telah mengambil masa yang seharusnya bisa dialokasikan untuk melaksanakan kewajiban yang ada.
Lalu langkah apa yang harus kita lakukan untuk meminimalisir perbedaan rasio antara waktu dan jumlah kewajiban? Salah satu solusinya adalah membuat prioritas. Kita harus pandai memilah dan memilih daftar kewajiban yang kita miliki untuk diuurutkan prioritasnya berdasarkan jumlah waktu yang tersedia. Posisi pertama harus ditempati oleh kewajiban yang deadline waktunya paling dekat,barulah disusul dengan kewajiban lainnya. Berikut contoh membuat prioritas kewajiban berdasarkan waktu.

Minggu pagi, Aisah akan memulai aktivitasnya dengan membuat prioritas kegiatan terlebih dahulu. Ada banyak kewajiban yang harus ia lakukan. Salah satunya adalah mencuci pakaian. Ia juga harus mengerjakan PR Matematika yang harus dikumpulkan Senin pagi. Ia pun teringat bahwa Selasa sore akan ada ujian Matematika. Di sisi lain, Rabu siang, ia diminta untuk mengumpulkan laporan pertanggungjawaban acara pensi (pentas seni) yang baru saja usai minggu lalu. Hari ini Aisah juga ingin menikmati akhir pekannya dengan menonton film yang telah ia pinjam dari temannya kemarin. Ketika tengah mengatur jadwal kegiatan, Ibu Aisah datang menghampirinya dan meminta aisah untuk mengantarnya ke pasar. Lalu bagaimanakah Aisah harus membuat prioritas daftar kegiatannya hari Minggu itu?

Pertama, mari kita membuat daftar kewajiban yang harus Aisah lakukan. Kewajiban-kewajiban itu ialah mencuci pakaian, mengerjakan PR Matematika, belajar untuk ujian Matematika, membuat laporan pertanggungjawaban, dan mengantar ibu ke pasar.
Berdasarkan daftar kewajiban yang ada dan waktu yang tersedia, salah satu opsi yang dapat kita buat untuk Aisah adalah sebagai berikut. 
  1. Mencuci pakaian ( bila mencuci menggunakan mesin cuci bisa ditinggal selagi Aisah mengantar ibu ke pasar, jika tidak, bisa dilakukan setelah mengantar ibu ke pasar).
  2. Mengantar ibu ke pasar.
  3. Mengerjakan PR Matematika, bersamaan dengan itu belajar Matematika untuk ujian hari Selasa nanti.
  4. Menonton film.
  5. Membuat laporan kegiatan (walaupun tidak bisa diselesaikan dalam satu hari, paling tidak Aisah telah mencicilnya sehingga keesokannya bebannya dalam mengerjakan laporan telah terkurangi).
Daftar di atas adalah salah satu opsi yang bisa Aisah gunakan. Tentu saja masi ada banyak opsi lain yang bisa dibuat, namun satu hal yang perlu diingat yaitu kegiatan menonton film harus ditempatkan di urutan akhir karena hal itu bukan kegiatan utama yang mendesak untuk dilakukan di awal. Selain itu hal pertama yang harus dilakukan tentunya mengantar ibu ke pasar.

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa kita harus membuat daftar priortitas kegiatan berdasarkan waktu yang tersedia. Akan tetapi banyaknya kewajiban yang kita miliki terkadang melebihi waktu yang tersedia untuk menjalankannya. Oleh karena itu kita harus menghindari hal-hal yang bersifat tambahan (kegiatan yang dilakukan hanya sekadar untuk berleha-leha, seperti menonton TV, bermain, dll.) dan mengedepankan kepentingan yang utama seperti belajar, mengerjakan PR, dan sebagainya.

"Barangsiapa tidak menyibukkan diri dengan kebaikan, niscaya ia akan disibukkan oleh keburukan"

Saturday, March 26, 2011

Demi Masa

"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Mu'minun : 112-114)

Stop sudah masa untuk berleha-leha. 20 tahun lebih sudah ku menghabiskan hidup di dunia ini? Pertanyaannya, berapa lama lagikah waktu yang Alloh berikan untuk benar-benar dimanfaatkan untuk beribadah pada-Nya. Jawaban itu tidak ada seorang pun tahu kecuali Alloh Swt. itu sendiri. Lalu, apa yang bisa kulakukan selanjutnya? Satu-satunya solusi terbaik adalah mendedikasikan waktu yang tersisa sepenuhnya hanya untuk bersujud pada-Nya, bersimpuh di hadapan-Nya di kala banyak manusia terlelap dalam tidurnya.

Flash back kejadian yang telah terukir di masa sebelum ini melayang-layang di kepalaku. Menyesalkah? Kata-kata yang tidak sepatutnya ada dalam hidupku. Kenapa? Karena itu hanya akan mendatangkan kesia-siaan yang bisa saja membuatku untuk tidak ingin beranjak dari tempat dudukku sekarang.

Telah lewat tengah malam, namun mata ini masih belum ingin dipejamkan. Pikiranku masih saja melayang-layang tak tentu arah. Kalau kau tanya apa yang sedang kupikirkan sekarang, aku tak tahu harus bagaimana untuk menjawabnya. Kumpulan lagu instrumental di MP3 playerku pun telah habis terputar. Dan kini berganti dengan lantunan kalam-kalam Ilahi yang bisa membuat hati tenang. Terlebih lagi jika mengetahui artinya, bahkan bisa menambah rasa cinta dan taat kepada Sang Pencipta lebih besar lagi.

Perlahan-lahan aku melirik mading kecil yang berada tepat di sebelah meja belajarku. Terpampang dengan jelas daftar tugas, proposal, dan laporan eksperimen yang harus kukerjakan. Nampak jelas juga kapan deadline untuk dikumpulkannya yaitu hanya dalam hitungan hari, tak lain tak bukan semuanya harus dikumpulkan minggu depan. Dengan penuh semangat kucurahkan untuk menggerakkan diri ini agar segera memulai mengerjakan tugas-tugas itu. Ya, memang terkadang memang harus kupaksakan untuk memulainya. Kalau tidak, entah kapan aku bisa menyelesaikannya, pastinya lewat dari batas waktu pengumpulan.

Tiba-tiba aku teringat akan firman Alloh Swt. mengenai waktu, yaitu yang tertera dalam surat Al-Asr : 1-3. Demikian terjemahannya :

"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."

Ya, manajemen waktu adalah kata kunci untuk mencapai sebuah kesuksesan. Mungkin ini adalah salah satu dari beribu tulisan yang membahas tentang itu. Lalu mengapa aku menulis ini? Hanya sekedar mengingatkan. Mungkin bukan untuk kalian pembaca, tapi paling tidak untuk mengingatkan diriku sendiri. Mengingatkan agar lebih pandai lagi dalam mengatur waktu. Melatih diri untuk memprioritaskan kepentingan berdasarkan waktu yang tersedia. Hingga pada akhirnya nanti bisa menuai hasil yang sesuai dengan kerja keras yang dilakukan sebelumnya.

Saturday, November 13, 2010

Memaknai Hari Raya Kurban (Idul Adha)

Alhamdulillah, tidak terasa sudah masuk bulan Dzulhijah, bulan di mana banyak umat muslim dari seluruh dunia berbondong-bondong mengunjungi negeri Arab untuk melaksanakan ibadah haji yang semata-mata ditujukan hanya untuk mencari ridho Alloh Swt. Bulan Dzulhijah berkaitan erat dengan salah satu hari raya umat Islam yaitu Idul Adha atau hari raya kurban. Sebagaimana arti dari hari raya ini kita dianjurkan untuk melakukan kurban demi membantu saudara-saudara kita yang lain yang kurang mampu (orang-orang miskin, -red). Sudah sepatutnya kita merenungi esensi yang terkandung dari hari raya ini. Berikut ini ada sepenggal artikel yang saya sadur (klik disini). Semoga bisa memicu semangat dan mengetuk hati kita untuk lebih memaknai hidup agar jangan sia-sia belaka.


Idul Adha dan Ibadah Kurban

19/11/2008 | 19 Zulqaedah 1429 H | Hits: 14.745

Kirim Print

dakwatuna.com – Kata Idul Adha artinya kembali kepada semangat berkurban. Berbeda dengan Idul Fitri yang artinya kembali kepada fitrah. Bila Idul Fitri berkaitan dengan ibadah Ramadhan, di mana setiap hamba Allah selama Ramadhan benar-benar disucikan sehingga mencapai titik fitrah yang suci, tetapi dalam Idul Adha tidak demikian. Idul Adha lebih berupa kesadaran sejarah akan kehambaan yang dicapai nabi Ibrahim dan nabi Ismail alaihimus salam. Karenanya di hari tersebut ibadah yang paling utama adalah menyembelih kurban sebagai bantuan terhadap orang-orang miskin.

Dalam surah Ash Shaffat 100-111, Allah swt. menggambarkan kejujuran nabi Ibrahim dalam melaksanakan ibadah kurban. Indikatornya dua hal:

Pertama, al istijabah al fauriyah yakni kesigapannya dalam melaksanakan perintah Allah sampai pun harus menyembelih putra kesayangannya.

Ini nampak ketika nabi Ibrahim langsung menemui putranya Ismail begitu mendapatkan perintah untuk menyembelihnya. Di saat yang sama ia langsung menawarkan perintah tersebut kepadanya. Allah berfirman:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”

Dan ternyata al istijabah al fauriyah ini nampak juga pada diri Ismail ketika menjawab:

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Kedua, shidqul istislam yakni kejujuran dalam melaksanakan perintah.

Allah berfirman: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).”

Inilah pemandangan yang sangat menegangkan. Bayangkan seorang ayah dengan jujur sedang siap-siap melakukan penyembelihan. Tanpa sedikitpun ragu. Kata aslamaa yang artinya keduanya berserah diri menunjukkan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak, melainkan kedua belah pihak baik dari Ibrahim maupun Ismail. Di sanalah hakikat kehambaan benar-benar nampak. Bahwa sang hamba tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada Tuhannya. Suatu teladan kehambaan yang harus ditiru setiap orang beriman yang berjuang menuju derajat kehambaan. Karenanya pada ayat 100 seteleh itu, Allah menegaskan bahwa keduanya benar-benar hamba-Nya, Allah berfirman: “Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”

Dari sini nampak bahwa untuk mencapai derajat kehambaan sejati, tidak ada lain kecuali dengan membuktikan al istijabah al fauriyyah dan shidqul istislam. Nabi Ibrahim dan nabi Ismail telah membuktikan kedua hal tersebut. Allah swt. yang Maha Mengetahui telah merekamnya. Bila Allah yang mendeklarasikannya maka itu persaksian yang paling akurat. Tidak perlu diperbincangkan lagi. Bahkan Allah swt. mengabadikannya dengan menjadikan hari raya Idul Adha. Supaya semua hamba Allah setiap tahun selalu bercermin kepada nabi Ibrahim dan nabi Ismail.

Dengan demikian, esensi Idul Adha bukan semata ritual penyembelihan kurban, melainkan lebih dari itu, membangun semangat kehambaan nabi Ibrahim dan nabi Islamil dalam kehidupan sehari-hari.

Yang perlu dikritisi dalam hal ini, adalah bahwa banyak orang Islam masih mengambil sisi ritualnya saja, sementara esensi kehambaanya dilupakan. Sehingga setiap tahun umat Islam merayakan Idul Adha, tetapi prilaku kesehariannya menginjak-injak ajaran Allah swt. Apa-apa yang Allah haramkan dengan mudah dilanggar. Dan apa-apa yang Allah perintahkan diabaikan. Bukankah Allah berfirmanudkhuluu fissilmi kaafaah? Tapi di manakah makna kaffah itu dalam dataran kehidupan umat Islam? Karena itu, setiap kita memasuki hari raya Idul Adha, yang pertama kali harus kita gelar adalah semangat kehambaan yang kaffah kepada Allah. Bukan kehambaan sepenggal-sepenggal, atau kehambaan musiman.

Berapa banyak orang Islam yang rajin mentaati Allah di bulan Ramadhan saja, sementara di luar Ramadhan tidak demikian.

Berapa banyak orang Islam yang rajin ke masjid selama di Makkah saja, sementara setelah kembali ke negerinya, mereka kembali berani berbuat dosa tanpa merasa takut sedikitpun. Wallahu a’lam bishshawab.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More